Mediafbi.com | Amerika – Presiden terpilih Donald Trump kembali mengambil langkah penting dalam menyikapi kontroversi TikTok di Amerika Serikat. Ia telah mengajukan permohonan resmi ke Mahkamah Agung (MA) untuk menunda penerapan aturan yang akan melarang aplikasi berbagi video asal China tersebut.
Trump meminta tenggat waktu ini diperpanjang hingga sehari sebelum pelantikannya pada 20 Januari 2025, kecuali ByteDance, perusahaan pemilik TikTok, menjual platform itu.
Permasalahan terkait TikTok bukanlah hal baru dalam kepemimpinan Trump. Selama masa jabatannya pada 2017-2021, ia menggalang upaya melarang aplikasi tersebut dengan alasan keamanan nasional. Namun, kali ini, pendekatan Trump tampak lebih moderat, dengan memberi ruang untuk mencari solusi yang lebih terukur.
“Kami meminta pengadilan meninjau kembali batas waktu yang tercantum dalam undang-undang untuk memberikan waktu tambahan guna menyelesaikan masalah ini dengan bijaksana,” demikian pernyataan tim hukum Trump dalam dokumen yang diajukan, seperti dikutip dari AFP, Minggu (29/12/2024).
Pengacara Trump, John Sauer, dalam dokumen yang dikenal sebagai amicus curiae atau “teman pengadilan,” menegaskan bahwa kliennya tidak memberikan sikap final terhadap kasus ini.
“Presiden Trump tidak menyatakan posisi definitif terkait persoalan hukum dalam sengketa ini,” jelas Sauer.
Sebagai gantinya, Trump mengusulkan agar tenggat waktu divestasi ditunda hingga 19 Januari 2025. Menurut Sauer, langkah ini memungkinkan pemerintahan baru Trump untuk mencari jalan keluar politik yang lebih menyeluruh.
“Penundaan ini akan memberikan peluang bagi pemerintahan mendatang untuk mengejar solusi politik yang komprehensif atas permasalahan yang ada,” tambahnya.
Selama periode pertama kepemimpinannya, Trump mengkhawatirkan potensi TikTok dimanfaatkan pemerintah China untuk mengakses data pengguna atau memengaruhi konten yang dikonsumsi masyarakat Amerika. Kekhawatiran serupa juga diungkapkan oleh sejumlah pejabat dan politisi lainnya, termasuk dari pihak oposisi.
Saat itu, Trump mendorong agar TikTok dijual ke perusahaan Amerika dengan sebagian keuntungan diserahkan kepada pemerintah. Meskipun upaya tersebut gagal terealisasi, penerusnya, Presiden Joe Biden, kemudian memperketat kebijakan dengan menandatangani undang-undang yang melarang aplikasi itu atas dasar keamanan nasional.
Namun, sikap Trump terhadap TikTok kini mengalami perubahan. Dalam wawancara dengan Bloomberg, Trump mengakui bahwa aplikasi tersebut penting untuk menjaga dinamika kompetisi di sektor media sosial.
“Sekarang saya memiliki pandangan berbeda. Saya mendukung TikTok karena kita membutuhkan persaingan,” ujar Trump. “Tanpa TikTok, kita hanya memiliki Facebook dan Instagram—dan itu berarti hanya Zuckerberg.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Trump tidak hanya memprioritaskan isu keamanan nasional, tetapi juga mempertimbangkan dampak ekonomi dan politik dari kehadiran TikTok di Amerika Serikat.
Pendekatannya yang lebih pragmatis ini dapat membuka peluang baru dalam menyelesaikan polemik TikTok di tengah dinamika teknologi global.( jp/md).